Meja Marmer, Mental Triplek

Gibran Huzaifah Amsi El Farizy
5 min readMar 22, 2024

--

Akhirnya, setelah 10 tahun eFishery berdiri, di 2024 ada satu hal revolusioner yang tidak pernah terjadi sebelumnya: saya punya ruangan sendiri. Setelah 10 tahun lewat, 5 kali pindah kantor, karyawan bertumbuh dari 7 orang ke 2600 orang, akhirnya, saya punya ruangan sendiri. Pertama menempati ini di Januari tahun ini, saya benar-benar canggung. Bukan hanya karena ini pengalaman pertama, tapi karena ruangan ini juga necis canggih tiada duanya.

Ganteng, kan?

Salah satu hal yang mencengangkan adalah jumlah layar yang bisa saya akses. Dulu, karena saya sama sekali bahkan tidak punya meja, kemana-mana harus pindah tempat membawa laptop, yang menjadi satu-satunya layar yang bisa saya pakai. Sekarang, selain laptop, saya ada PC dedicated di meja. Untuk presentasi, ada TV sebesar layar tancap. Dan tidak cukup di situ, papan tulisnya pun ternyata juga layar yang bisa disentuh. TV, PC, papan tulis, dan laptop saya bisa terkoneksi untuk semuanya menjadi layar dalam waktu bersamaan.

Dan papan tulis ini pun spesial, yang membuat mental whiteboard murahan saya bergejolak saat dihadapkan dengan teknologi digital modern ini. Di awal pakai saya bingung bagaimana cara menyalakannya; dan saat pertama corat-coret, tangan bergetar rasanya karena takut korslet.

Tampilan kantornya pun tidak kalah membanggakan. Selain jumlah kursi yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah bokong saya, lukisan yang memberikan kesan betapa penghuninya punya selera seni yang membahana, yang jadi pucuk utamanya adalah meja. Meja ini, custom, berat, dan berhias marmer. Marmer saudara-saudara! Cocok sudah menjadi direktur muda laiknya di FTV-FTV. Apalagi sekarang saya bisa bilang kalau ada dokumen atau tamu yang datang: “Antar ke ruangan saya aja”. Edun! Ini bukan lagi kelas FTV, tapi sudah level drama korea.

Tentu saja, perubahan drastis ini juga aneh untuk banyak orang. Salah satu tim saya yang memang orang lama di eFishery bertanya meledek, “Pak ini marmer bapak yang pilih ya?”, katanya. Dia pasti sama takjubnya, karena menyaksikan betapa miskinnya saya ihwal perkantoran sebelum-sebelumnya. Urusan ini saya jelas-jelas terima beres, jadi design dan sebagainya saya tidak tahu menahu sampai renovasi selesai. Mungkin, kualitas tinggi ini bentuk iba dari tim yang melihat saya di kantor sebelumnya nomaden tanpa meja. Tapi, entah kenapa, saya tetap merasa salah tempat. Akibat 10 tahun selalu frugal, membuat kenyamanan sedikit terasa abnormal.

Dari Meja ke Meja

Kantor pertama kami kelihatannya paling sederhana. Bukan hanya karena ini di rumah yang agak berhantu, melainkan juga karena saya, dua co-founder saya, istri yang baru saya nikahi, dan engineer kami saat itu, tinggal bersama di rumah ini. Jadi, kantor rasa kos-kosan campur. Belum lagi salah satu ruangannya disewakan ke perusahaan lain, supaya semakin irit biaya. Meja kerja pertama yang kami beli adalah meja meeting, supaya murah dan praktis. Dan di awal, semua karyawan masih muat di meja ini.

Meja professional pertama eFishery

Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya orang, kami memutuskan untuk pindah kantor. Tetap rumahan, tapi dengan satu syarat: foundernya jangan tinggal di sana. Ini masa awal mulai lebih profesional, setidaknya dimulai dari melepas citra kos-kosan remang-remang di kantor kita sendiri. Nah, yang menarik, perpindahan kantor ini ada di jumlah karyawan yang lebih banyak. Yang tadinya hanya belasan, ini sudah lebih dari 30an. Tapi, modal kami terbatas untuk menyediakan sekadar ruang kerja. Akhirnya, supaya tidak boros, kami membuat meja kantor sendiri dari papan dan triplek. Bagi saya saat itu, meja ini bersejarah, bukti frugalitas. Kalau Jeff Bezos punya cerita dimana Amazon di awal membuat meja dari pintu bekas; kami punya cerita ini.

Ini Mejanya dari Papan, Sekat Coklat Muda itu Triplek. Semua dibuat sendiri.

Setahun dari situ, kami pindah kantor lagi, kali ini ke rumah di seberang kantor sebelumnya. Alasannya, karena lebih luas dengan harga yang sama. Baru setahun, meja triplek ini tidak semuanya layak digunakan, jadi kami membuat meja yang baru. Mejanya juga dibuat dengan memanggil tukang kayu dan besi, dan dibuat langsung di kantor. Meja di sebelah kiri ini, yang berkaki putih dan berpapan kayu, adalah hasil dari itu.

Meja sebelah kiri itu yang saya maksud.

Meja ini tidak se-frugal meja sebelumnya, walaupun tetap buatan sendiri. Tapi, yang lebih menarik justru dimana meja ini dibawa. Dua tahun dari sana, kami pindah kantor ke bangunan yang akhirnya bukan rumah tinggal, di Dago Pakar. Dan di kantor yang pemandangannya indah ini, di semua meeting room-nya, sejak awal hingga akhirnya pindah 3 tahun setelahnya: kami menggunakan meja yang sama di kantor sebelumnya.

Meja meeting room, sama kan?

Marmer Jangan Lupa Tripleknya

Perpindahan dari meja ke meja itu ada benang merah yang sama: tentang kesederhanaan. Frugalitas ini jadi mental dasar di eFishery. Every cost matters. Biar saja modal meja triplek, yang penting produktivitas emas. Tampilan luar tidak penting, semuanya duniawi, yang penting kontribusi. Frugalitas, saking lekatnya dengan kami, sudah menjadi identitas.

Oleh karenanya, ihwal meja marmer mewah di dalam ruangan baru saya ini membuat saya banyak berkontemplasi. Bisa jadi, ini sekadar karena seumur-umur terbiasa dalam kesederhanaan, jadi lebih bagus sedikit sudah merasa bermewah-mewahan. Tapi, saya jadi khawatir kalau ini merepresentasikan lunturnya mentalitas kuat yang sejak dulu sudah seperti kawan dekat. Saya takut frugalitas ini hilang. Ah, tapi, semoga saja tidak.

Sambil menggenggam marmer di atas meja yang terasa dingin ini, saya memejamkan mata sambil mempertanyakan ke diri sendiri; sembari membayangkan tekstur meja triplek yang dulu terasa hangat. Apa saya ingat kenapa saya memperjuangkan ini? Apa saya masih ingat dari mana saya berasal? Jawaban keduanya masih: iya, saya ingat. Dan saya berdoa supaya saya selalu ingat. Karena, selama saya masih ingat itu, meja marmer ini hanya sekadar meja. Sekalipun marmer, ia tidak akan pernah lupa, kalau dulu dia hanyalah triplek belaka.

--

--